Monday 20 May 2013

Pantai Greweng, Keindahan Yang Tersembunyi



20 Mei 2013

Apa sih yang terpikir di benak kalian kalau ada orang menyebut kata “Jogja”? Jogja itu kota pelajar, Jogja itu kota wisata, dan bagi mahasiswa rantau yang pernah mengenyam pendidikan di Jogja, Jogja itu ngangenin banget! Katanya sih. Sebagai penduduk pribumi Jogja, rasanya tidak berlebihan kalau saya bangga sama kota ini.

Sebagai kota wisata, wajar kalau Jogja punya tempat yang indah, lucu, unik, dan menarik. Hal ini tentunya yang menjadi alasan bagi para wisatawan tertarik datang ke Jogja. Dari segudang tempat wisata yang bertebaran di Jogja, wisata alam banyak menyuguhkan keindahan yang tiada duanya, misalnya pantai. Kalau saya sebut Pantai Greweng? Sudah adakah yang sekedar pernah mendengar namanya? Atau malah sudah pernah berkunjung ke sana? Yap. Pantai ini bagus banget.

Pantai Greweng terletak di Kabupaten Gunungkidul. Dari Pantai Wediombo, Pantai ini bisa dicapai dengan berjalan kaki karena memang belum ada jalan yang bisa dilalui dengan mengendarai motor ataupun mobil.

Jumat, 17 Mei 2013 saya berkesempatan mengunjungi Pantai Greweng bersama teman-teman kelas. Perjalanan dimulai dari kampus (FMIPA UNY) dengan peserta (dih peserta) sebanyak 12 orang. Okay, sebagai gambaran, Pantai Greweng memiliki pasir putih, ombak besar, dan langit yang biru. Apa bedanya dengan pantai yang lain? Sama saja sih, tetapi Pantai Greweng masih sangat sepi sehingga berasa pantai pribadi. Pantai ini diapit dua tebing. Di antara dua tebing tersebut terdapat sungai yang mengalir di kala musim penghujan. Dan di Pantai ini belum ada fasilitas seperti kamar mandi, tempat makan, penginapan. Jadi, pastikan kalian tidak lupa membawa perlengkapan yang kalian butuhkan selama di sana mengingat di sana tidak ada fasilitas seperti pantai-pantai yang sudah dikelola.

Saya dan teman-teman mampir dulu ke rumah salah seorang teman kami  (Naya) sebelum ke lokasi. Sekedar informasi, di rumah Naya susah sinyal. Hanya provider tertentu saja yang ada sinyalnya. “Apalagi Pantai Greweng” kata Naya. “Jangan harap ada sinyal di sana. Nikmati aja”. Waktu itu, aku pinjam hape temen untuk mengirim pesan ke orang tua supaya tidak khawatir. Biar ada sinyal hapenya harus dimasukkan gelas. Ajaib kan?

Oh ya, kami ke greweng mau camping lho. Bukan sekedar mampir terus pulang. Bagi saya, ini adalah kali ke dua saya berkunjung ke greweng. Tapi ini adalah pengalaman pertama bagi saya camping di sana. Kami semua berangkat ke lokasi setelah sholat magrib, sekitar pukul 18.45 WIB. Iya, hari sudah gelap waktu itu, so, senter jadi peralatan wajib yang harus dibawa.

Perjalanan dimulai dari rumah Naya menuju Pantai Wediombo. Setelah itu motor dititipkan. Di sana memang ada lokasi penitipan motor yang buka pada malam hari (biaya penitipan 5 ribu per motor). Sebelum berjalan ke Pantai Greweng kami berdoa bersama terlebih dahulu. Memantapkan diri kami masing-masing untuk meniatkan kebaikan. Lalu, kami berangkat. Go go go! Perjalanan memerlukan waktu sekitar 1 jam. Jangan membayangkan jalan menuju  lokasi adalah jalan halus mulus. Untuk mencapai lokasi kami harus mendaki gunung lewati lembah. Hehehe. Iya lho bener. Mendaki bukit karena memang lokasi bukit kapur. Jalan yang dilalui adalah jalan tanah yang kalau hujan turun lengketnya minta ampun. Di sekitarnya terdapat tanah tanah yang ditanami warga dengan kacang tanah, jagung, dan ketela. Kalau musim hujan tiba tentu saja ditanami padi. Sesekali kami menemukan sapi dan kambing yang diikatkan pada kayu seadanya. Hebat sekali tempat seperti itu digunakan untuk beternak.

Perjalanan ke lokasi memang memerlukan perjuangan ekstra. Keringat bercucuran. Semua tenaga dikerahkan. Kami hampir kesasar dua kali. Hahaha. Gelap sih. Terkesan horor. Saya sempat akan mendokumentasikan perjalanan malam itu, tetapi dilarang oleh teman saya. Gelap katanya, mending tidak usah saja. Okelah, saya hanya bisa mengangguk pasrah, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penampakan misalnya. Hehehe.

Setelah perjalanan panjang yang melelahkan selama satu jam, akhirnya sampai juga kami di lokasi yang kami tuju. PANTAI GREWENG AAAAAAAAAAAAAK! Tapi gelap sih, ga kelihatan apapun. Cuma suara debur ombak yang syahdu. Lalu tenda dipasang, api dinyalakan, dan kopi di seduh. Lalu kami menyanyi bersama diiringi petikan gitar sebisanya. Bakar-bakaran malam itu disponsori oleh ketela dan arang yang dibawa salah satu teman kami, Pramu. Niat banget kan? Ketelanya manis deh. Seplastik besar mie instan punya anak anak juga dimasak. Makanan ringan dikeluarkan. Dan yang paling penting adalah kebersamaan. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Sampai gerimis pun turun rintik-rintik. Kami cepat cepat ambil air wudhu di sungai dan sholat isya. Sampai hujan menderas, kami semua selesai mendirikan mantel untuk peneduh dan masuk di dalam tenda. Di dalam tenda panasnya minta ampun, sumpek, dan hujannya merembes. Hahaha. Tapi bagi saya, perjalanan tadi hampir membuat badan saya remuk. Karena sudah lelah saya cuek dengan semua keadaan malam itu. Bodo amat. Yang penting tidur dan besok pagi bisa bermain di pantai.

Pagi-pagi sekali kami bangun dan menghirup udara pantai. Pantai banget. Menemui sisa sisa hujan semalam. Lalu kami sholat subuh. Lalu masak makanan seadanya yang gimanapun rasanya tetep aja nikmat. Matahari mulai meninggi, saat yang tepat mengambil gambar. Menuju pantai dan bermain main. Sayang, ada salah satu teman kami yang sakit (Selvi). Kayanya sih masuk angin. Duh.

Sambil Selvi tidur dan memulihkan badan, kami bermain main di pantai. Main pasir, main air, olahraga, koprol juga hahaha. Para cowok lebih memilih memancing di sungai. Ga dapet ikan aja senengnya minta ampun. Tapi akhirnya dapet juga, kecil banget. Kayanya dilepasin lagi deh. Coba mancingnya bukan pake kode, tapi pake uang seratus ribuan barangkali dapet ikan yang lebih gede.  Hahaha. Ya, jangan melihat dari hasil sih, tapi seberapa besar usaha yang kita lakukan. Eciyeeh. Semangat ya mancingnya! Para wanita mah, foto-foto aja deh. Ngeksis.

Kami akhirnya memutuskan pulang setelah Selvi bangun dan masih pusing-pusing. Setelah tenda dilipat, semua peralatan dikemas, dan sampah dibawa kembali, kami melakukan perjalanan pulang. Kali ini kami memotong jalan sehingga tidak sejauh waktu berangkat. Lalu sampailah di parkiran dan menuju rumah Naya. Sesampainya rumah Naya disambut kedua orang tua Naya dan teh hangat. (Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?). Setelah mandi dan berkemas, kami dimasakin sama Naya dan orang tuanya, terus disuruh makan. (Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?) Habis makan kok ngantuk. Tidur bentar. (Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?)

Hahaha. Seru banget holiday kali ini. Holiday tanpa sinyal adalah sebenar-benar holiday. Bye bye Greweng. Pesonamu memang wow. Jogja memang istimewa.

Lain waktu, kemana lagi yaaa.

INGET SKRIPSI WOOOY :D

Sisa Perapian Semalam
Refleksi Sungai
Tenda Kami
Dari Sebalik Pandan
Pesona Pantai Greweng
Pasir Pantai Greweng
Cangkang yang Ditinggalkan
Bubbles of Happiness
Istana Pasir Tita
Breathe the Air
Ala Model
Ladies
Mancing 
Aa Koti dan Naya. Uhukk
Penakluk Pantai Greweng :P
Perjalanan Pulang